Daun payung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Daun Payung
Johannesteijsmannia altifrons dari Sumatra bagian utara.
Foto:Tropenmuseum, Amsterdam
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Tribus:
Genus:
Johannesteijsmannia

Spesies[1]
Sinonim[2]
  • Teysmannia (Rchb.f. & Zoll. 1858, illegitimate name not Miq. 1857)

Daun payung, daun raksasa, daun sang, atau salo (Johannesteijsmannia altifrons) adalah sejenis palem yang mempunyai daun yang besar, lebar, dan relatif kuat. Di pedalaman Semenanjung Malaya dan Sarawak, ia dipergunakan sebagai atap. Oleh karena itu, pihak LIPI -dalam buku Palem Indonesia, yang ditulis S. Sastrapradja dkk. (1981)- tumbuhan ini dinamakan daun payung.[3] Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama sang gajah, sang minyak (Sumut), daun sang (Sumatra), dan daun salo (Mly. R.).[4]

Daun raksasa adalah salah satu tanaman di Indonesia tepatnya di Sumatera Utara.[5] Tanaman ini dapat ditemukan daerah Aras Napal dekat dengan Taman Nasional Gunung Leuser.[5] Daun raksasa termasuk dalam jenis tanaman palem. Masyarakat setempat juga sering menyebutnya dengan istilah daun sang.[5] Nama ilmiah daun raksasa adalah Johannestijsmania altifrons.[5] Jenis ini merupakan salah satu dari empat anggota genus Johannestijsmania. Tanaman ini masuk ke dalam keluarga pinang-pinangan atau disebut palem.[5] Beberapa negara memiliki sebutan berbeda untuk daun raksasa ini yaitu daun payung sal untuk Malaysia, bang soon untuk Thailand, dan di negara Inggris menyebutnya dengan umbrella leaf palm.[5] Nama ilmiah dari daun raksasa diambil dari nama Profesor Teijsman atau Elias Teysmann Johannes.[6] Profesor tersebut ialah seorang ahli botani Belanda yang pertama kali menemukan genus yang unik dari tanaman di pedalaman Sumatra tersebut.[6] Tanaman daun raksasa ditemukan pada awal abad ke-19.[6]

Karakteristik[sunting | sunting sumber]

Daun payung adalah tanaman yang tumbuh tunggal. Nama daun raksasa diambil dari ukuran daun tanaman tersebut yang sangat besar.[7] Panjang daun raksasa antara 3 sampai 6 meter dengan lebar satu meter.[7] Jika dilihat dari jauh, tanaman ini tampak tidak berbatang. Tajuknya terdiri atas 20-30 daunan. Panjang daunnya 2,5 m dengan tepi yang keras dan berduri. Bercuping kecil dan berpangkal dengan urat ke pokok daun. Warna daun raksasa hijau dengan tepi daun bergerigi.[4][7] Tekstur daun raksasa sangat kuat dan permukaannya mengkilat seperti daun kelapa.[7] Bentuk daun raksasa meruncing diujung dan pangkal daun serta melebar dibagian tengan daun.[8] Perbungaannya berbentuk malai, terletak di ketiak daun, bentuknya tegak. Pangkalnya berbentuk seludang, berukuran 40 × 20 cm. Brakteanya berjumlah 5-6, melanset, berukuran 10–20 cm. Bunganya putih, lunak, panjangnya 5 mm, berukuran 4 × 2 mm. Buahnya kasar, dengan permukaan kasar. Garis tengahnya 4 cm, ditutupi benjolan gabus yang berbentuk kerucut.[3][4]

Tanaman daun raksasa tidak tahan apabila terletak di bawah matahari langsung, oleh karena itu tanaman ini sering ditemukan tumbuh di antara pepohonan yang lebat.[7] Tanaman yang termasuk jenis palem ini, tumbuh berkelompok membentuk rumpun.[7] Meskipun memiliki biji, tumbuhan ini lebih sering berkembang biak menggunakan tunas karena kulit bijinya ditutup oleh kulit yang tebal dan keras.[7] Tanaman daun raksasa yang masih baru akan tumbuh menyembul dari dalam tanah.[7] Keberadaan tanaman raksasa saat ini sudah semakin berkurang karena banyak kebakaran hutan sehingga pohon tempat berlindung tanaman ini juga berkurang.[7] Akar tumbuhan daun raksasan berjenis akar serabut seperti tumbuhan palem lainnya.[9]

Manfaat[sunting | sunting sumber]

Daunnya yang tebal dan kuat sering dimanfaatkan oleh warga untuk membuat atap dan dinding rumah.[10][11] Daun raksasa mampu menahan air hujan dalam jangka waktu yang lama.[7] Meskipun demikian, daun yang berwarna keputih-putihan bilamana kering ini tidak setahan dan seawet daun rumbia atau daun nipah.[10] Sampai sekarang masih ada masyarakat di daerah Besitang dan Langkat yang masih menggunakan daun raksasa untuk membuat rumah atau gubug di ladang.[7] Daun raksasa, di negara Thailand bahkan ada yang menggunakannya untuk atap sebuah sekolah ramah lingkungan.[11] Sering pula dijadikan sebagai payung darurat serupa daun pisang karena lebar daunnya.

Perawakan tanaman ini indah, apalagi daunnya; mungkin dapat juga dijadikan tanaman hias. Pernah tanaman ini hendak diujicobakan sebagai tanaman hias, tetapi kurang begitu berhasil karena mungkin akarnya yang bekerjasama dengan jamur mikoriza, yang bisa ditemui di tempat asalnya.[4] Jumlah populasi daun payung ini -pada tahun '80-an-, tetapi banyak digunakan oleh masyarakat, di sisi lain, perkembangbiakan tumbuhan ini lambat. Tumbuhan ini dikembangbiakan melalui biji. Daun payung membentuk tajuk yang cukup indah, yang menyebabkan bisa digunakan sebagai tanaman hias.[3]

Penyebaran[sunting | sunting sumber]

Tanaman daun raksasa tumbuh di hutan tropis dengan daun lebar.[7] Hal tersebut dikarenakan tumbuhan ini selalu hidup dibawah naungan pohon untuk melindungi diri dari panasnya sinar matahari.[7] Tanaman ini tumbuh di hutan wilayah Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia.[7] Di Malaysia Barat, bisa ditemui di Kelantan, dan Johor Bahru. Di Malaysia Timur, bisa didapati di Sarawak. Di Sumatra, tanaman ini bisa ditemui di Riau dan Sumut. Menurut Sastrapradja dkk. dalam bukunya, Palem Indonesia disebutkan bahwa antara tahun 1880-1940, tumbuhan ini tersebar di Aceh dan Sumatra Timur. Di Semenanjung Malaya dan Sarawak, serta Kalimantan Timur, daun payung sering pula ditemui. Daun payung tumbuh di hutan-hutan yang lebat dan di hutan yang terdapat di bagian bawah. Jarang ditemui di tempat terbuka, dan bisa didapati di ketinggian 25-1200 mdpl. Apabila tanaman ini ditanami di hutan yang baru dibuka, tanaman ini akan lekas merana. Di Besitang, Langkat, Sumatera Utara misalnya, setelah hutan dibuka dan dijadikan sebagai perkebunan jeruk, tanaman ini perlahan menyusut.[3][4]

Tanaman ini bisa didapati di TNGL bersama dengan Rafflesia hasseltii. Di sana, dikatakan bahwa jumlah individu agak kurang, lk. (lebih kurang) cuma 5 saja - karenanya mulai sulit dicari. Pada tahun 1860, tanaman ini masih bisa dijumpai di Padang, Sumatera Barat. Adapun di Sumut, diketemukan setelah adanya eksplorasi alam tahun 1972. Di Riau, barulah tanaman ini ditemukan tahun 1992. Tanaman ini sendiri sudah mulai agak kurang. Di Kebun Raya Bogor sendiri, tanaman ini ditemui bertumbuh dengan tinggi 2 m dengan ukuran daun 150 × 50 cm.[4]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ The Plant List, diakses tanggal 3 November 2015 
  2. ^ "World Checklist of Selected Plant Families". Diakses tanggal 16 May 2014. 
  3. ^ a b c d Sastrapradja, Setijati; Mogea, Johanis Palar; Sangat, Harini Murni; Afriastini, Johar Jumiati (1981) [1980]. Palem Indonesia. 13:24 – 25. Jakarta:LBN - LIPI bekerja sama dengan Balai Pustaka.
  4. ^ a b c d e f Mogea, Johanis P.; Gandawidjaja, Djunaedi; Wiriadinata, Harry; Nasution, Rusdy E.; Irawati (2001). LIPI - Seri Panduan Lapangan: Tumbuhan Langka Indonesia. Bogor: Puslitbang Biologi - LIPI bekerjasama dengan PT Ghalia indonesia. hlm. 43 – 45. ISBN 979-579-036-6. 
  5. ^ a b c d e f "Taman Nasional Gunung Leuser". Departemen Kehutanan. Diakses tanggal 22 April 2014. [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ a b c "Sang Leaves". Bebblews. Diakses tanggal 22 April 2014. 
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n "Daun Raksasa dari Sumatra". Kidnesia. Diakses tanggal 22 April 2014. 
  8. ^ "Daun Sang, Daun Raksasa Penghuni Sumatra". GoSumatra. Diakses tanggal 23 April 2014. 
  9. ^ "Taman Nasional Gunung Leuser" (PDF). Orang Hutan Centre. Diakses tanggal 22 April 2014. [pranala nonaktif permanen]
  10. ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I: 371-2. Jakarta:Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan.
  11. ^ a b ""Daun Raksasa" di Sekolah Ramah Lingkungan". Kompas. Diakses tanggal 22 April 2014. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]