Bapapai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bapapai merupakan upacara permandian sebelum upacara perkawinan pengantin dari kalangan rakyat biasa suku Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia.[1] Ritual Bapapai juga diartikan sebuah acara mandi kembang calon pengantin yang dilaksanakan pada malam hari, biasanya setelah akad nikah, sekitar pukul 20:00 hingga pukul 10:00 waktu setempat.[2] Kata papai dalam bahasa Indonesia berarti percik. Dalam praktiknya, bapapai seperti memercik-mercikkan air menggunakan mayang pinang kepada calon mempelai yang sedang dimandi-mandikan.[3]

Perlengkapan[sunting | sunting sumber]

Alat kelengkapan dalam bapapai ini antara lain:[4]

  1. Tempat air (gayung/ember);
  2. Kembang (bunga-bunga harum);
  3. Mayang pinang;
  4. Daun tulak yang dicampur air;
  5. Piduduk yang berisi beras, gula, kelapa. Ada juga yang memuat cingkaruk (kue dari kelapa), nasi kuning, dan nasi lamak.

Tradisi[sunting | sunting sumber]

Upacara Bapapai dilaksanakan oleh wanita-wanita yang sudah sepuh (dituakan dalam keluarga).[1] Tradisi lokal di Kalimantan Selatan ada juga yang mempergunakan sumber air untuk Bapapai ini dari ulak (pusaran air pada sungai besar) sungai.[1] Ini ada kaitannya dengan kepercayaan naga yang berdiam di ulak sungai tersebut.[1] Diyakini, dengan memakai air ulak tempat naga itu terhindar dari pengaruh tidak baik dari sang naga.[1] Tradisi mandi-mandi pengantin Bapapai dimulai dari diarak nya pengantin pria ke kediaman mempelai perempuan pada malam hari menjelang hari perkawinan.[1] Calon pengantin didudukkan berdampingan di serambi muka rumah atau dibagian belakang rumah, lalu dimandikan dengan cara memercikkan air oleh wanita-wanita tua dari pihak kerabat pengantin perempuan maupun laki-laki.[1] Jumlah yang memandikan selalu dalam angka ganjil 3, 5, atau 7 orang secara bergantian.[1] Usai dimandikan, pengantin disisir dan diolesi minyak.[1] Tetap berdampingan, kedua pengantin kemudian dikelilingi dengan cermin dan sumbu lilin sejenis obor kecil yang dibuat dari kain dicampur lilin lebah.[1] Lilin yang menyala bersama cermin tersebut dikelilingkan tiga kali oleh wanita-wanita yang bertugas memandikan pengantin. Cermin ini kemudian diambil untuk sarat tinggiran, supaya tinggiran tersebut disenangi wanyi atau lebah untuk bersarang.[1] Setelah upacara selesai, calon mempelai pulang ke rumah semula.[1]

Tradisi mandi kembang ini diharapkan mempelai membersihkan dan membuang masa lalu atau masa remaja.[5] Kemudian bersiap dengan jiwa raga yang bersih menyongsong hari depan yang lebih bersih seperti layaknya seorang yang baru saja dimandikan.[5] Bapapai ini harus dilakukan di lapangan terbuka sehingga menjadi tontonan bagi masyarakat.[5] Mereka mempercayai, warga yang tidak melaksanakan Bapapai, kemungkinan besar calon pengantin akan selalu ada masalah dalam berkeluarga atau sering disebut siksa, karena tidak mematuhi aturan para leluhur.[5]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d e f g h i j k l kabarbanjarmasin.com[pranala nonaktif permanen] diakses 20 Maret 2015
  2. ^ disbudpar barito selatan[pranala nonaktif permanen] diakses 20 Maret 2015
  3. ^ kerajaan banjar Diarsipkan 2015-08-01 di Wayback Machine. diakses 20 Maret 2015
  4. ^ kerajaan banjar wordpress diakses 20 Maret 2015
  5. ^ a b c d borneonews diakses 20 Maret 2015