Alergi susu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Alergi susu adalah suatu reaksi ketidak-tahanan tubuh terhadap satu atau lebih protein susu.

Pada beberapa anak, mengonsumsi susu dapat memicu badan untuk mengeluarkan reaksi kekebalan tubuh yang tidak tepat terhadap protein-protein di dalam susu,yang mengakibatkan suatu reaksi alergi.

Gejala-gejala[sunting | sunting sumber]

Gejala-gejala utamanya biasanya terkait pencernaan, kulit dan pernapasan. Ini dapat muncul dalam bentuk: ruam kulit, gatal-gatal, bersin, muntah, diare, sembelit dan mual. Secara klinis, alergi susu dapat menyebabkan gangguan: reaksi anafilaksis, gangguan kulit atopi, sesak napas, kejang perut pada bayi, gastroesophageal reflux (GER), oesophagitis, alergi colitis dan susah buang air besar.

Reaksi cepat adalah gejala alergi yang muncul hitungan menit setelah penderita mengonsumsi susu, atau dalam kasus reaksi tertunda gejala alergi akan muncul setelah beberapa jam (bahkan beberapa hari) setelah mengonsumsi susu.

Perbedaannya dengan Batas toleransi laktosa[sunting | sunting sumber]

Alergi susu adalah alergi makanan, suatu reaksi ketidak-tahanan tubuh terhadap suatu protein makanan yang biasanya tidak berakibat apa-apa pada orang yang tidak alergi. Batas toleransi laktosa atau Lactoce intolerance adalah hipersensitif terhadap makanan non-alergik, karena adanya kekurangan enzim laktase, yang dibutuhkan untuk mencerna kandungan gula dalam susu.

Pengobatan[sunting | sunting sumber]

Saat ini satu-satunya pengobatan untuk penderita alergi susu adalah menghindari protein susu secara total. Pada awalnya, jika bayi diberi ASI, ibu yang menyusui diberi bahan makanan yang menghilangkan protein yang memicu alergi. Jika gejala tidak berkurang atau bayi diberi susu botol, diberikan formula pengganti susu yang memberikan nutrisi lengkap untuk bayi. Pengganti susu antara lain susu kedelai, susu beras/tajin, dan formula rendah-alergi yang mengandung protein terhidrolisa atau bebas asam amino.

Statistik[sunting | sunting sumber]

Alergi susu adalah alergi makanan yang paling umum. Diderita oleh sekitar 2% sampai 3% bayi di negara berkembang, akan tetapi sekitar 85-95% dari anak-anak ini tidak lagi menderita alergi susu setelah berusia lebih dari 3 tahun.[1]

Selain itu ternyata alergi susu juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Apabila salah satu keluarga memiliki riwayat alergi, maka risiko anak mengalami penyakit alergi juga tinggi. Begitu pula dengan kemungkinan mengalami alergi susu, yakni sekitar 30 persen.

Jika kedua orangtua memiliki penyakit alergi, risiko terjadinya alergi pada anak sekitar 40-60 persen. Sedangkan secara umum, angka kejadian alergi susu pada anak adalah sekitar 2.7-5 persen, sementara pada bayi dengan ASI eksklusif angka kejadiannya sekitar 0.5 persen.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Host A. Frequency of cow's milk allergy in childhood. Ann Allergy Asthma Immunol 2002;89(6 Suppl 1):33-7. PMID 12487202.
  2. ^ Pronocitro, Sp.A, M.Sc, dr. Caessar (30 September 2021). "Kenali Gejala Anak Alergi Susu Sapi dan Cara Penanganan yang Tepat". Haibunda. Diakses tanggal 12 Oktober 2021. 

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]