Aksiologisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Aksiologisme berasal dari kata Yunani axios yang berarti bernilai atau pantas dan logos yang berarti ilmu atau kata.[1] Dilihat dari terminologinya, aksiologisme adalah sistem etika yang berfungsi untuk menilai baik buruknya perbuatan.[2] Dengan menggunakan nilai inilah, menjadikan hidup manusia lebih berarti dan bermakna serta membantu manusia untuk melandasi dan mengarahkan hidupnya.[2]

Tokoh[sunting | sunting sumber]

Max Scheler, salah seorang tokoh aksiologisme

Max Scheler adalah seorang filsuf Jerman yang menganut paham etika penilaian ini.[3] Semasa hidupnya, Max Scheler menulis sebuah buku yang paling penting tentang etika nilai ini, yang berjudul Formalisme dalam Etika dan Etika Nilai Material.[4] Dalam buku ini, Scheler mengemukakan pendapatnya yang mengkritik etika formal Kant yang mengatakan suatu tindakan adalah baik secara moral, jika tindakan baik itu dilakukan karena kewajiban.[4] Baginya seorang bertindak bukan karena perbuatan itu merupakan kewajiban seperti yang dikatakan oleh Kant, melainkan tindakan seseorang pasti dilakukan demi nilai-nilai yang ada.[3] Scheler mengemukakan bahwa nilai etika menurutnya dapat ditemukan melalui pengalaman indrawi manusia, dan secara apriori ditangkap oleh manusia melalui perasaan emosinya.[4] Ungkapan inilah yang mendasari seluruh etika Scheler.[4] Ia membagi empat aspek nilai:[3]

  • Nilai pertama adalah nilai tentang tidak nikmat atau nikmat dan nilai ini berhubungan dengan kenikmatan yang didapat dari kenikmatan indrawi.
  • Nilai kedua adalah nilai vital yang berhubungan dengan kondisi kesehatan manusia juga menyangkut kebesaran hati dan keberaniannya
  • Nilai ketiga dinamakan nilai rohani yang berhubungan dengan sikap kita terhadap keadilan dan estetika.
  • Nilai keempat, Schler menyebutnya nilai objek absolut yang berhubungan dengan sesuatu yang dianggap kudus.[3]

Jenis-jenis Nilai[sunting | sunting sumber]

Nilai Sosial[sunting | sunting sumber]

Nilai sosial adalah sebuah patokan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya dengan orang lain.[2] Nilai sosial ini diyakini memiliki kemampuan untuk memberi arti dan memberi penghargaan terhadap orang lain.[5] Nilai sosial ini dibedakan lagi menjadi dua macam yaitu, nilai yang pada hakikatnya bersifat sosial dan nilai ini meliputi ikatan keluarga, persahabatan, dan cinta terhadap negeri, kemudian yang kedua adalah nilai yang mendukung nilai pertama (hakikat sosial).[2] Nilai kedua inilah yang dipakai manusia untuk berelasi dengan dunia sosialnya.[2]

Nilai Budaya[sunting | sunting sumber]

Nilai budaya merupakan bentuk nyata dari usahanya untuk memanusiakan manusia (civilization).[2] Nilai budaya adalah proses kemajuan manusia pada masa lampau kemudian menjadi titik tolak untuk melanjutkan kehidupannya pada masa sekarang dan masa depan.[2]

Nilai Religius[sunting | sunting sumber]

Nilai religius ini memfokuskan relasi manusia yang berkomunikasi dengan Tuhan.[5] Scheler mengungkapkan bahwa dalam hubungan dengan Tuhan, manusia mendapatkan pengalaman mengagumkan yang tak terhapuskan mengenai Personalitas Luhur yang digambarkan secara metaforis dalam dogma-dogma agama, ritus-ritus, dan mitos.[4] Untuk memahami nilai religius ini, hanya dengan iman dan cinta terhadap manusia dan dunialah manusia menyadari bahwa Tuhan itu merupakan Pencipta, Yang Mahatahu, dan Hakim bagi dunia ini.[5] Melalui nilai religius ini, manusia berhubungan dengan Tuhannya melalui kebaktian, pujian dan doa, kesetiaan dan kerelaan berkurban bagi Tuhan.[2]

Nilai Moral[sunting | sunting sumber]

Nilai moral merupakan sistem nilai utama antara nilai-nilai yang ada dalam diri manusia dengan nilai-nilai yang ditemukan dalam sebuah era atau bangsa.[6] Nilai moral ini adalah nilai yang menjadikan manusia berharga, baik, dan bermutu sebagai manusia.[2] Nilai moral untuk masyarakat tertentu meliputi nilai yang memajukan manusia, antara lain internasionalisme dan kerjasama antarbangsa.[2]

Nilai Intrinsik[sunting | sunting sumber]

Nilai intrinsik adalah nilai yang dikejar demi kepentingan diri sendiri.[2] Yang termasuk dalam nilai ini adalah keinginan manusia dalam memenuhi kesehatan tubuh dan jiwanya, ilmu pengetahuan, kedamaian batin, persahabatan, dan kebutuhan religius.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm.33.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l A. Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Yogyakarta: Kanisius. Hlm.11-15.
  3. ^ a b c d Simon L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual: Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern. Yogyakarta: Kanisius. Hlm.298.
  4. ^ a b c d e Paulus Wahana. 2004. Nilai Etika Sosiologis Max Scheler. Yogyakarta: Kanisius. Hlm.17-47.
  5. ^ a b c Anton Baker. 1992. Ontologi atau Metafisika Umum: Filsafat Pengada dan Dasar-dasar Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius. Hlm.184-191.
  6. ^ Max Scheler. 2007 (new edition). Ressentiment. USA: Marquette University Press. Hlm.51-53.