7 pemborosan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

7 pemborosan (Inggris: 7 waste) adalah jenis-jenis pemborosan yang terjadi di dalam proses manufaktur ataupun jasa, yakni Transportasi, Inventori, Gerakan, Menunggu, Proses yang berlebihan, Produksi yang berlebihan, Barang rusak. Di dalam bahasa inggris, dikenal dengan istilah TIMWOOD (Transportation, Inventory, Motion, Waiting, Over-processing, Over-production, Defect).[1] Tujuh pemborosan ini diperkenalkan oleh Taiichi Ono dari Jepang yang bekerja untuk Toyota dan diperkenalkan dalam sistem produksi yang dikenal dengan Sistem produksi (Toyota).[2]

Transportasi[sunting | sunting sumber]

Transfortasi barang, baik itu bahan mentah, produk setengah jadi, ataupun produk jadi baik yang dilakukan di dalam areal pabrik ataupun dari penyalur merupakan pemborosan. Setiap pergerakan, menambah risiko barang itu rusak, hilang, atau terlambat terkirim. Selain itu, transportasi tidak mengubah bentuk benda dan tidak menambah nilai barang, sehingga pelanggan tidak mau membayar biaya transportasi ini. Di dalam konsep lean manufaktur, segala jenis Transportasi ini harus di minimasi melalui tata letak yang sebaik mungkin.[3]

Inventori[sunting | sunting sumber]

Inventori adalah salah satu pemborosan terbesar,[4] karena inventori memakan modal, menjadi usang dan mengkonsumsi ruang dan tenaga kerja, sementara hanya duduk. Inventori juga bisa menyembunyikan masalah-masalah lainnya. Hampir setiap ketidaksempurnaan dalam sebuah sistem atau masalah menciptakan suatu kebutuhan untuk meningkatkan inventori.[3]

Gerakan[sunting | sunting sumber]

Gerakan yang tidak perlu juga dikategorikan sebagai pemborosan, baik itu pergerakan pekerja untuk melakukan sesuatu yang tidak perlu, ataupun pergerakan material yang tidak perlu.[3]

Menunggu[sunting | sunting sumber]

Pada saat sebuah barang tidak bergerak atau tidak di proses, barang tersebut berstatus menunggu. Menunggu bisa disebapkan oleh banyak hal. Menunggu karena inventori terlalu banyak, menunggu karena apa mesin atau peralatan rusak, menunggu untuk dikirim, menunggu karena sistem pengerjaan borongan dan lain-lain.[3]

Proses yang berlebihan[sunting | sunting sumber]

Proses yang berlebihan bisa terjadi bila proses pengerjaan sebuah produk melebihi apa yang diinginkan oleh pelanggan. Termasuk di dalamnya penggunaan peralatan yang lebih presisi atau lebih canggih dari yang dibutuhkan.[3]

Produksi yang berlebihan[sunting | sunting sumber]

Produksi yang berlebihan bisa diartikan bahwa sebuah produk dibuat dalam jumlah yang melebihi apa yang dibutuhkan pelanggan. Dapat juga diartikan sebuah produk dibuat terlalu cepat dibandingkan dengan tanggal yang diinginkan pelanggan. Hal ini sering terjadi pada saat proses produksi menggunakan sistem borongan dengan jumlah besar.

Produksi yang berlebihan membawa pemborosan-pemborosan yang lain seperti inventori yang berlebihan, yang akhirnya membutuhkan sumberdaya untuk penyimpanan, transportasi untuk menyimpan produk yang belum dikirim ke pelanggan.[3]

Barang rusak[sunting | sunting sumber]

Barang rusak, adalah pemborosan yang paling mudah dikenali. Barang rusak dimanapun terjadinya pelanggan tidak mau membayarnya, sehingga menimbulkan biaya lebih untuk melakukan perbaikan, atau memproduksi ulang, dan lain-lain.[3] Walaupun ada beberapa barang rusak yang bisa diperbaiki, namut proses perbaikan itu sendiri membutuhkan sumberdaya yang seharusnya tidak perlu ada.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Masaaki Imai. 1998. Genba Kaizen: Pendekatan Akal Sehat, Berbiaya Rendah Pada Manajemen. Jakarta, Pustaka Brinaman Pressindo.
  2. ^ Ohno, Taiichi (1988). Toyota Production System. Productivity Press. hlm. 8. ISBN 0-915299-14-3. 
  3. ^ a b c d e f g Masaaki Imai & Brian Heymans. 2000. Collaborating for Change: Gemba Kaizen. San Francisco, Berrett-Koehler Publishers.
  4. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-08. Diakses tanggal 2012-05-18.