Tiroiditis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tiroiditis
Kedua jenis kelenjar di atas merupakan target diagnosa tiroiditis.
Informasi umum
SpesialisasiEndokrinologi Sunting ini di Wikidata

Tiroiditis adalah radang yang terjadi pada kelenjar tiroid, yang disebabkan oleh infeksi viral,[1] seperti HFV dan virus beguk pada tiroiditis subakut, HTLV-1, HFV, HIV dan SV40 pada penyakit Graves dan HTLV-1, enterovirus, rubela, virus beguk, HSV, EBV dan parvovirus pada tiroiditis Hashimoto; atau diinduksi oleh sitokina interferon,[2] atau amiodaron.[3]

Di Amerika, tiroiditis Hashimoto adalah penyebab hipotiroidisme yang paling sering ditemukan, sedangkan, tiroiditis pospartum yang menyebabkan tirotoksikosis dengan diikuti oleh hipotiroidisme transien, merupakan gejala yang lazim ditemukan pada ibu setelah persalinan. Pada semua kasus penyakit Tiroid, ditemukan plasma vitamin C yang rendah.[4]

Klasifikasi[sunting | sunting sumber]

Klasifikasi tiroiditis terbagi berdasarkan tradisi para pakar kelenjar tiroid, atau yang biasa disebut thyroidologist, sebagai berikut:

Tiroiditis akut[sunting | sunting sumber]

Tiroiditis akut biasanya mengiringi infeksi berupa sifilis, tuberkulosis, aktinomikosis.[5]

Tiroiditis sub-akut[sunting | sunting sumber]

Dalam bahasa Inggris sering disebut juga sebagai subacute granulomatous thyroiditis, SGT, sejenis radang tiroid disertai rasa sakit akut yang pertama kali ditemukan oleh Fritz De Quervain sebagai kelainan terbatas pada kelenjar tiroid oleh karena infeksi pada sistem pernapasan atas, atau sore throat, yang sering dijumpai pada wanita dengan simtoma berupa sakit leher yang mendadak dan tirotoksikosis, secara klinis radang sub-akut memiliki ciri serupa dengan infeksi viral lain, seperti mialgia, malaisa, letih. Luka yang terjadi diperkirakan sebagai akibat dari aktivitas sel T CD8 yang mengenali antigen virus atau sel hingga menyebabkan infiltrasi ke dalam jaringan folikel kelenjar tiroid.

Sebagian besar penderita menunjukkan ekspresi HLA B-35 dan peningkatan antibodi viral 4 kali lipat, sehingga infeksi viral sering diperkirakan sebagai penyebabnya, meskipun belum terjadi tanda-tanda klinis. Hal ini diperkuat oleh endemik infeksi enterovirus seperti Echovirus, Coxsackievirus A dan B yang sering terjadi pada bulan Juni dan September and B di sebagian Eropa. HLA B-35 juga diteliti sebagai ekspresi hepatitis aktif dan akut, seperti hepatitis B, atau perkembangan AIDS dan infeksi parvovirus B-19.

Respon kekebalan yang terjadi dapat berupa beberapa antibodi viral sekaligus, meliputi antibodi terhadap virus beguk, coxsackie, adenovirus dan influenza. Antibodi virus coxsackie paling banyak ditemukan, dengan diiringi peningkatan titer IgM dan IgG hingga 4 kali.

Terjadi peningkatan antibodi terhadap virus influenza B saat SGT disertai tirotoksikosis. SGT juga dapat disebabkan oleh paramyxovirus dan virus Rubela.

Tiroiditis otoimun[sunting | sunting sumber]

Dalam klasifikasi tiroiditis otoimun, AITD, ini termasuk tiroiditis Hashimoto beserta variannya yaitu painless thyroiditis / silent thyroiditis / subacute lymphocytic thyroiditis; dan penyakit Grave. Kedua penyakit tersebut masih ditandai oleh infiltrasi limfositik, dan adanya serum antibodi anti-tiroperoksidase dan/atau anti-tiroglobulin untuk tiroiditis Hashimoto, dan oto-antibodi pencerap TSH untuk penyakit Graves.

Hipotesis higienis,[6] mengatakan bahwa sistem kekebalan dibangun sebagai akumulasi respon terhadap sering terpaparnya tubuh oleh infeksi, sehingga lingkungan yang higienis dengan frekuensi paparan infeksi yang minimal, terutama pada saat anak-anak, akan meningkatkan risiko terjangkit alergi atau penyakit otoimun dan acute lymphoblastic leukemia pada masa remaja. Hal paradoks serupa juga berlaku pada terapi antibiotik dan antipiretik dalam perawatan pediatrik, sehingga anak-anak yang didukung dengan sumber daya medikasi modern jarang mengalami demam. Padahal demam pada masa anak-anak, menurut penelitian, dapat mencegah terjadinya kanker pada masa remaja atau dewasa.

Tiroiditis Hashimoto juga berada pada klasifikasi yang sama dengan penyakit otoimun lain seperti insulitis, IDDM, kolitis dan aterosklerosis sebagai penyakit akibat peradangan yang dikaitkan dengan berlebihnya ekspresi TLR-3/4, yang digunakan sebagai lintasan infeksi viral melalui pencerapan dsRNA viral. Ekspresi TLR-3 dapat diredam oleh phenylmethimazole.[7] Sering terjadinya kasus Tiroiditis Hashimoto pada wanita menjelang usia menopause menyebabkan diagnosa selalu mengarah pada penyakit degeneratif daripada penyakit akibat peradangan. Nama ilmiah tiroiditis Hashimoto adalah struma lymphomatosa, atau struma lymphosarcoma pada jenjang berikutnya meski jarang sekali terjadi. Biasanya tiroiditis ini akan berkembang menjadi myxoedema.

Jika tiroiditis Hashimoto memicu hipotiroidisme, penyakit Grave memicu hipertiroidisme dengan ekspresi HLA-36.[8]

Tiroiditis Riedel[sunting | sunting sumber]

Bentuk peradangan yang langka dengan nama medis struma fibrosa dan ciri berupa fibrosis dan infiltrasi mononuklir sel plasma IgG4+.[9] Penelitian menunjukkan korelasi antara tiroiditis Riedel dengan fibrosis mediastinal, retroperitoneal, periorbital, retroorbital dan paru, serta kolangitis sklerosing.[10]

Tiroiditis deQuervain[sunting | sunting sumber]

Tiroiditis deQuervain sering disebut pseudotuberculous thyroiditis karena ukuran sel yang menjadi besar.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ (Inggris) "Viruses and thyroiditis: an update". Laboratoire de Virologie/UPRES EA3610 Faculté de Médecine, Centre de Biologie/Pathologie et Parc Eurasanté, Service d'Endocrinologie-Diabétologie-Nutrition; Rachel Desailloud dan Didier Hober. Diakses tanggal 2010-11-29. 
  2. ^ (Inggris) "INTERFERON ALPHA TREATMENT AND THYROID DYSFUNCTION". Division of Endocrinology, Division of Digestive Diseases, Cincinnati VA Medical Center and the University of Cincinnati College of Medicine; Yaron Tomer, Jason T. Blackard, dan Nagako Akeno. Diakses tanggal 2010-11-29. 
  3. ^ (Inggris) "Thyroiditis" (PDF). American Thyroid Association. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-10-01. Diakses tanggal 2010-11-29. 
  4. ^ (Inggris) "The role of selenium, vitamin C, and zinc in benign thyroid diseases and of selenium in malignant thyroid diseases: Low selenium levels are found in subacute and silent thyroiditis and in papillary and follicular carcinoma". WOMED, Clinical Department of Nuclear Medicine, Clinical Department of Pediatrics, Biocenter, Division of Clinical Biochemistry, Medical University of Innsbruck; Roy Moncayo, Alexander Kroiss, Manfred Oberwinkler, Fatih Karakolcu, Matthias Starzinger, Klaus Kapelari, Heribert Talasz, dan Helga Moncayo. Diakses tanggal 2010-12-01. 
  5. ^ (Inggris) "THE CLINICAL ASPECTS OF CHRONIC THYROIDITIS" (PDF). Surgical service of Roosevelt Hospital; Howard Patterson, George Starkey. Diakses tanggal 2010-12-02. 
  6. ^ (Inggris) "Family size, infection and atopy: the first decade of the 'hygiene hypothesis'". D. P. Strachan. Diakses tanggal 2010-11-30. 
  7. ^ (Inggris) "Thyrocytes express a functional toll-like receptor 3: overexpression can be induced by viral infection and reversed by phenylmethimazole and is associated with Hashimoto's autoimmune thyroiditis". Edison Biotechnology Institute, Ohio University; Harii N, Lewis CJ, Vasko V, McCall K, Benavides-Peralta U, Sun X, Ringel MD, Saji M, Giuliani C, Napolitano G, Goetz DJ, Kohn LD. Diakses tanggal 2010-12-01. 
  8. ^ (Inggris) "Development of Graves' disease after subacute thyroiditis: two unusual cases". Kuma Hospital; Fukata S, Matsuzuka F, Kobayashi A, Hirai K, Kuma K, Sugawara M. Diakses tanggal 2010-12-01. 
  9. ^ (Inggris) "Riedel's thyroiditis and multifocal fibrosclerosis are part of the IgG4-related systemic disease spectrum". Massachusetts General Hospital and Harvard Medical School; Dahlgren M, Khosroshahi A, Nielsen GP, Deshpande V, Stone JH. Diakses tanggal 2010-12-01. 
  10. ^ (Inggris) "Riedel's thyroiditis with invasion of the lungs" (PDF). Department of Thoracic Medicine, City Hospital; MJ WARD, D DAVIES. Diakses tanggal 2010-12-01.